Friday, March 30, 2012

It's Not Lupus


If you're a Lupie, you'll love dr. Gregory House! Walaupun dia 'hanya' seorang tokoh dokter di serial TV “House”, tapi dia adalah dokter paling brilian di dunia pertelevisian yang memecahkan kasus-kasus medis yang tergolong sulit dan misterius. Saking briliannya, saat mengalami sakit berkepanjangan sebelum diagnosis Lupus muncul, harapan terbesar saya adalah mengadu pada dr. House! Maklum, setelah 2x masuk rumah sakit, tes darah entah berapa banyak tanpa perkembangan dan jawaban, wajar kalau saya mulai hopeless dan terobsesi mencari tahu apa penyakit saya. Dan ya, dr. House pasti punya jawabannya!

Jika Anda bukan penggemar House, tak ada salahnya mulai mencari DVD-nya. Apalagi kalau anda seorang odapus atau seseorang dengan invisible illnesses (penyakit tak kelihatan) lainnya. Dijamin bisa belajar banyak, dan tertawa-tawa getir :). Kembali ke pernyataan 'dr. House pasti punya jawabannya', sayangnya House justru terkenal dengan salah satu kutipannya : “It's not Lupus. It's never Lupus!”. Oh ya, selama 3 season, setiap kali ada pasien dengan kasus sulit nan misterius datang dan salah satu anggota tim (anak buah) dr. House mendiagnosis Lupus, pasti langsung meluncur kalimat sakti “It's not Lupus. It's never Lupus!”. Saking seringnya, kalimat itu jadi super terkenal dan banyak dibahas khususnya di kalangan pemerhati lupus dan odapus. Gak sedikit juga loh yang menganalisis kenapa para penulis serial ini sampai harus muncul dengan kebiasaan itu.

Tapi akhirnyaaaa...hari yang ditunggu datang jugaaa! Di season 4, tahun 2007, tepatnya di episode 408: You Don't Wanna Know, dr. House mendiagnosis pasiennya dengan penyakit Lupus! Horee! Yah, kira-kira begitulah reaksi dari berbagai lembaga riset dan pemerhati Lupus di Amerika sana. Oh, ini yang dia bilang, “I finally have a case of Lupus”. Ahh...

Tapi kenapa juga mesti rumit begitu ya? Sayangnya diagnosis untuk Lupus memang rumit. Tak hanya melibatkan beberapa jenis tes darah, tapi juga mencermati riwayat medis pasien untuk mencoret jenis penyakit lain. Kenapa? Karena gejala Lupus adalah serangkaian gejala yang sangat umum dan sangat mudah diidentifikasi sebagai penyakit lain. Dari literaturnya sendiri, ada sekitar 11 gejala umum Lupus, jika seseorang memiliki 4 gejala di antaranya, maka yang bersangkutan bisa masuk kategori Lupus. Tapi tak sesederhana itu pastinya. Harus dicek dengan beberapa tes darah. Itu pun bukan harga pasti. Odapus tak selalu positif saat di-cek darah untuk ANA, misalnya. Karena itu harus dilihat kembali gejala yang ada, dan dicek apakah itu bukan jenis penyakit lain yang juga punya gejala sama.

Kira-kira begini. Dalam kasus saya, saat pertama kali demam tinggi, saya menjalani tes darah dan diketahui bahwa fungsi hati (SGPT & SGOT) saya sangat tinggi yang akhirnya menjurus pada diagnosis gangguan pada hati atau hepatitis karena setelah dirawat dan diobati tidak kunjung sembuh. Gejalanya sendiri klasik dan umum: demam berkepanjangan, mual, lemas, tidak bisa makan/minum, muntah-muntah, pusing. Akhirnya diperiksa menyeluruh untuk mengetahui penyebab demam, karena demam artinya ada infeksi yang terjadi. Namun semua hasil tes negatif. Saking mentoknya, dokter di rumah sakit menduga penyakit auto-immune atau penyakit terkait sistem kekebalan tubuh. Hasil tes ANA justru negatif, karena itu dokter mencoret kemungkinan Lupus. Berikutnya, tes darah CD4 (yang pada waktu itu saya tidak dijelaskan detil untuk apa dan bagaimana analisisnya) yang ternyata diidentikkan sebagai tes untuk HIV. Sialnya, saat itu hasil CD4 saya tipis di bawah 500 yang setelah saya tanya sana-sini ternyata bisa dianggap “positif HIV”, walaupun untuk menentukan seseorang benar tertular HIV atau tidak masih membutuhkan tes lain.

Akhirnya setelah drama 2 hari berturut-turut diinterogasi oleh 2 dokter berbeda:

"Kamu suka suntik gak? Narkoba? Seks bebas?"
"Sudah..jujur saja, tidak apa-apa.."
"Eh?" (*gubrag!)
.......

Lemas? Bingung? Pastinya.
Mau protes karena merasa dipojokkan dan dituduh begitu saja? Tentunya.
Tangan sih rasanya gatal mau lempar sesuatu..tapi anehnya saya menjawab semua pertanyaan itu dengan nada suara yang datar dan kalem. Padahal siiihhhh....

Setelah episode shock dan nangis-nangis rusuh di antara anggota keluarga, kami pun memutuskan mencari second opinion dari dokter ahli sekaligus pemerhati Lupus dan HIV/AIDS. Singkat cerita, saya menjalani berbagai tes darah lagi, yang menyeluruh, dikhususkan pada penyakit hepatitis (berdasarkan diagnosis awal) serta tes HIV. Hasilnya, semua negatif. Itu artinya dokter bisa mencoret penyakit hepatitis dan HIV. Berbekal semua rekam medis tersebut dan rangkaian tes terakhir (sayangnya saya lupa nama tesnya), akhirnya muncul diagnosis Lupus (padahal di awal, tes ANA justru negatif).

Fiuhh..menulisnya saja lumayan capek, jadi ingat betapa capeknya dulu melalui minggu-minggu menanti hasil. Saya sudah agak lupa detilnya, tapi masih ingat betul naik-turunnya emosi pada masa itu. Masih beruntung, dari pertama sakit hingga mendapat diagnosis Lupus 'hanya' sekitar 2,5 bulan saja. Banyak kasus hingga bertahun-tahun. Tak bisa membayangkan energi yang dihabiskan untuk berbagai pengobatan dan tes tiada akhir itu.

Tak dipungkiri, aksi dr. House yang selalu menangkis jawaban Lupus dari anak buahnya bisa diartikan sebagai aksi kehati-hatian mengingat betapa banyaknya penyakit lain yang memiliki gejala seperti Lupus. Dan tentunya, demi menghindari aksi menggampangkan kasus dan mengambil kesimpulan terlalu dini tanpa eksplorasi lebih mendalam. Langkah yang terbilang unik and yes, thanks to him...semakin banyak orang yang akhirnya mengenal dan mengerti apa itu Lupus. 

*Image courtesy of  knowyourmeme.com

No comments:

Post a Comment